Kamis, 10 Desember 2015
USTADZ H IRFAN YUSUF dari kota MEDAN Saat Mengisi Tausiah di Dumai
jadikan kekecewaan dimasalalu menjadi senjata di masa depan
Selasa, 08 Desember 2015
Pantai Lhoknga, Surga Pecinta Surfing di Ujung Sumatera
Secara administratif,
Pantai Lampuuk berada di Kecamatan Lhoknga, sehingga sebenarnya sedikit ambigu
membedakan antara Pantai Lampuuk dan Pantai Lhoknga. Akan tetapi, umumnya
orang-orang disana memberi sebutan 'Pantai Lhoknga' untuk daerah di belakang
Lapangan Golf Lhoknga hingga ke taman tepi laut setelah Komplek Pabrik Semen
Andalas.
Adapun sebutan Pantai Lampuuk dikhususkan untuk ruas pantai yang membentang dari Babah Satu hingga Babah Empat. Meskipun posisi kedua pantai ini berdekatan, tetapi keduanya memiliki keunggulan masing-masing.
Jika kini pantai Lampuuk identik dengan rekreasi Banana Boat dan kuliner ikan bakarnya, maka Pantai Lhoknga lebih dikenal dengan lapangan Golf, aktivitas Surfing dan memancing. Khusus untuk selancar, ombak Pantai Lhoknga yang besar dan garang telah terkenal di kalangan komunitas selancar internasional.
Umumnya, para peselancar mengenal ada dua tipe ombak berbeda di bulan-bulan tertentu di Lampuuk. Bulan Juni hingga November di saat musim angin Barat terkenal dengan ombak pantainya (beach break), sedangkan di bulan Desember hingga Mei saat angin Timur berhembus terkenal dengan ombak karangnya (reef break).
Para peselancar pun mengenal ada lima titik ombak yang bisa dinaiki peselancar di Lampuuk. Yang pertama adalah 'Left Hander Point', yaitu ombak kiri yang berjarak 300 meter dari bibir pantai yang amat cocok bagi mereka yang baru mengenal selancar.
Kedua adalah 'Cemara Right Point', yaitu ombak kanan berjarak sekitar 300 meter dari pantai. Kedua titik ini menjadi titik favorit bagi para peselancar asal Negeri Sakura Jepang.
Selanjutnya, 'Peak Point' yaitu ombak kanan dan kiri yang berjarak 300 meter dari pantai. Arusnya yang kuat membuat para peselancar harus lebih berhati-hati disini.
Adapun sebutan Pantai Lampuuk dikhususkan untuk ruas pantai yang membentang dari Babah Satu hingga Babah Empat. Meskipun posisi kedua pantai ini berdekatan, tetapi keduanya memiliki keunggulan masing-masing.
Jika kini pantai Lampuuk identik dengan rekreasi Banana Boat dan kuliner ikan bakarnya, maka Pantai Lhoknga lebih dikenal dengan lapangan Golf, aktivitas Surfing dan memancing. Khusus untuk selancar, ombak Pantai Lhoknga yang besar dan garang telah terkenal di kalangan komunitas selancar internasional.
Umumnya, para peselancar mengenal ada dua tipe ombak berbeda di bulan-bulan tertentu di Lampuuk. Bulan Juni hingga November di saat musim angin Barat terkenal dengan ombak pantainya (beach break), sedangkan di bulan Desember hingga Mei saat angin Timur berhembus terkenal dengan ombak karangnya (reef break).
Para peselancar pun mengenal ada lima titik ombak yang bisa dinaiki peselancar di Lampuuk. Yang pertama adalah 'Left Hander Point', yaitu ombak kiri yang berjarak 300 meter dari bibir pantai yang amat cocok bagi mereka yang baru mengenal selancar.
Kedua adalah 'Cemara Right Point', yaitu ombak kanan berjarak sekitar 300 meter dari pantai. Kedua titik ini menjadi titik favorit bagi para peselancar asal Negeri Sakura Jepang.
Selanjutnya, 'Peak Point' yaitu ombak kanan dan kiri yang berjarak 300 meter dari pantai. Arusnya yang kuat membuat para peselancar harus lebih berhati-hati disini.
Seorang peselancar lokal yang tewas ketika Tsunami 2004 bernama Suri diabadikan
menjadi nama titik keempat, yaitu 'Suri Point' yang berjarak 200 meter dari
pantai. Semasa hidupnya, Suri adalah spesialis di titik ini. Terakhir, 'Out
Side Right Hander' yaitu Ombak kanan yang berjarak 500 meter dari pantai yang
memiliki arus kuat dan berbahaya.
Pantai dengan jarak kurang lebih 22 kilometer dari Banda Aceh ini juga menjadi spot yang bagus untuk menikmati matahari terbenam. Suasana sore hari di Lhoknga terasa lebih sunyi dan damai.
Untuk Anda yang baru menjadi pengantin baru dan ingin mencari tempat untuk berbulan madu, Pantai Lhoknga bisa menjadi alternatif mencari tempat yang romantis. Berada di pantai ini sambil ditemani angin laut di sore hari dan cahaya langit yang mulai temaram membuat suasana terasa romantis.
Pantai dengan jarak kurang lebih 22 kilometer dari Banda Aceh ini juga menjadi spot yang bagus untuk menikmati matahari terbenam. Suasana sore hari di Lhoknga terasa lebih sunyi dan damai.
Untuk Anda yang baru menjadi pengantin baru dan ingin mencari tempat untuk berbulan madu, Pantai Lhoknga bisa menjadi alternatif mencari tempat yang romantis. Berada di pantai ini sambil ditemani angin laut di sore hari dan cahaya langit yang mulai temaram membuat suasana terasa romantis.
Masjid Raya Baiturrahman, Kebanggaan Aceh yang Melintas Sejarah
Jika ada sebuah
tempat yang harus Anda kunjungi saat bertandang ke Banda Aceh, itu adalah
Masjid Raya Baiturrahman. Inilah situs bersejarah yang telah ada sejak era
kejayaan Kesultanan Aceh dan bertahan hingga saat ini. Masjid ini telah melalui
berbagai hal, mulai dari tragedi pembakaran oleh kolonial Belanda tahun 1873
hingga hantaman tsunami di akhir 2004.
Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun di era Kesultanan Aceh. Bagian atap masjid ini dibuat sesuai dengan ciri khas masjid-masjid di Indonesia pada masa itu, atap limas bersusun empat.
Terdapat dua versi sejarah mengenai riwayat pembangunan masjid ini. Sebagian sumber menyebutkan masjid ini didirikan pada 1292 M oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah. Sementara, sumber yang lain menyebutkan masjid ini didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612 M.
Dalam perjalanannya, masjid ini pernah dibumihanguskan oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873. Runtuhnya bangunan masjid memicu meletusnya perlawanan masyarakat Aceh. Mereka berjuang mempertahankan masjid hingga darah penghabisan. Pada pertempuran tersebut, pihak Belanda kehilangan seorang panglima mereka, Major General Johan Harmen Rudolf Köhler pada 14 April 1873.
Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak Belanda atas perintah Jenderal Van Der Heijden. Pembangunan ulang masjid ini merupakan bagian dari upaya meredakan resistensi rakyat Aceh terhadap pendudukan Belanda. Proses pembangunan ulang Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Masjid yang terletak di pusat Kota Banda Aceh ini kemudian mengalami beberapa kali perluasan. Yang pertama terjadi pada tahun 1936. Atas upaya Gubernur Jenderal A. PH. Van Aken, dilakukan pembangunan dua kubah di sisi kanan dan kiri masjid. Selanjutnya, pada tahun 1958-1965, bangunan masjid kembali diperluas. Pada perluasan kedua ini ditambahkan dua kubah dan dua menara di sisi barat (mihrab). Kelima kubah ini merupakan perlambang lima elemen dalam Pancasila.
Pada tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Saat gelombang tsunami setinggi 21 meter menghantam pesisir Banda Aceh pada 26 Desember 2004, masjid ini termasuk bangunan yang selamat – meskipun terjadi kerusakan di beberapa bagian masjid.
Upaya renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat Banda Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun di era Kesultanan Aceh. Bagian atap masjid ini dibuat sesuai dengan ciri khas masjid-masjid di Indonesia pada masa itu, atap limas bersusun empat.
Terdapat dua versi sejarah mengenai riwayat pembangunan masjid ini. Sebagian sumber menyebutkan masjid ini didirikan pada 1292 M oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah. Sementara, sumber yang lain menyebutkan masjid ini didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612 M.
Dalam perjalanannya, masjid ini pernah dibumihanguskan oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873. Runtuhnya bangunan masjid memicu meletusnya perlawanan masyarakat Aceh. Mereka berjuang mempertahankan masjid hingga darah penghabisan. Pada pertempuran tersebut, pihak Belanda kehilangan seorang panglima mereka, Major General Johan Harmen Rudolf Köhler pada 14 April 1873.
Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak Belanda atas perintah Jenderal Van Der Heijden. Pembangunan ulang masjid ini merupakan bagian dari upaya meredakan resistensi rakyat Aceh terhadap pendudukan Belanda. Proses pembangunan ulang Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Masjid yang terletak di pusat Kota Banda Aceh ini kemudian mengalami beberapa kali perluasan. Yang pertama terjadi pada tahun 1936. Atas upaya Gubernur Jenderal A. PH. Van Aken, dilakukan pembangunan dua kubah di sisi kanan dan kiri masjid. Selanjutnya, pada tahun 1958-1965, bangunan masjid kembali diperluas. Pada perluasan kedua ini ditambahkan dua kubah dan dua menara di sisi barat (mihrab). Kelima kubah ini merupakan perlambang lima elemen dalam Pancasila.
Pada tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Saat gelombang tsunami setinggi 21 meter menghantam pesisir Banda Aceh pada 26 Desember 2004, masjid ini termasuk bangunan yang selamat – meskipun terjadi kerusakan di beberapa bagian masjid.
Upaya renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat Banda Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman, Kebanggaan
Aceh yang Melintas Sejarah
Jika ada sebuah
tempat yang harus Anda kunjungi saat bertandang ke Banda Aceh, itu adalah
Masjid Raya Baiturrahman. Inilah situs bersejarah yang telah ada sejak era
kejayaan Kesultanan Aceh dan bertahan hingga saat ini. Masjid ini telah melalui
berbagai hal, mulai dari tragedi pembakaran oleh kolonial Belanda tahun 1873
hingga hantaman tsunami di akhir 2004.
Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun di era Kesultanan Aceh. Bagian atap masjid ini dibuat sesuai dengan ciri khas masjid-masjid di Indonesia pada masa itu, atap limas bersusun empat.
Terdapat dua versi sejarah mengenai riwayat pembangunan masjid ini. Sebagian sumber menyebutkan masjid ini didirikan pada 1292 M oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah. Sementara, sumber yang lain menyebutkan masjid ini didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612 M.
Dalam perjalanannya, masjid ini pernah dibumihanguskan oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873. Runtuhnya bangunan masjid memicu meletusnya perlawanan masyarakat Aceh. Mereka berjuang mempertahankan masjid hingga darah penghabisan. Pada pertempuran tersebut, pihak Belanda kehilangan seorang panglima mereka, Major General Johan Harmen Rudolf Köhler pada 14 April 1873.
Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak Belanda atas perintah Jenderal Van Der Heijden. Pembangunan ulang masjid ini merupakan bagian dari upaya meredakan resistensi rakyat Aceh terhadap pendudukan Belanda. Proses pembangunan ulang Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Masjid yang terletak di pusat Kota Banda Aceh ini kemudian mengalami beberapa kali perluasan. Yang pertama terjadi pada tahun 1936. Atas upaya Gubernur Jenderal A. PH. Van Aken, dilakukan pembangunan dua kubah di sisi kanan dan kiri masjid. Selanjutnya, pada tahun 1958-1965, bangunan masjid kembali diperluas. Pada perluasan kedua ini ditambahkan dua kubah dan dua menara di sisi barat (mihrab). Kelima kubah ini merupakan perlambang lima elemen dalam Pancasila.
Pada tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Saat gelombang tsunami setinggi 21 meter menghantam pesisir Banda Aceh pada 26 Desember 2004, masjid ini termasuk bangunan yang selamat – meskipun terjadi kerusakan di beberapa bagian masjid.
Upaya renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat Banda Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun di era Kesultanan Aceh. Bagian atap masjid ini dibuat sesuai dengan ciri khas masjid-masjid di Indonesia pada masa itu, atap limas bersusun empat.
Terdapat dua versi sejarah mengenai riwayat pembangunan masjid ini. Sebagian sumber menyebutkan masjid ini didirikan pada 1292 M oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah. Sementara, sumber yang lain menyebutkan masjid ini didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612 M.
Dalam perjalanannya, masjid ini pernah dibumihanguskan oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873. Runtuhnya bangunan masjid memicu meletusnya perlawanan masyarakat Aceh. Mereka berjuang mempertahankan masjid hingga darah penghabisan. Pada pertempuran tersebut, pihak Belanda kehilangan seorang panglima mereka, Major General Johan Harmen Rudolf Köhler pada 14 April 1873.
Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak Belanda atas perintah Jenderal Van Der Heijden. Pembangunan ulang masjid ini merupakan bagian dari upaya meredakan resistensi rakyat Aceh terhadap pendudukan Belanda. Proses pembangunan ulang Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Masjid yang terletak di pusat Kota Banda Aceh ini kemudian mengalami beberapa kali perluasan. Yang pertama terjadi pada tahun 1936. Atas upaya Gubernur Jenderal A. PH. Van Aken, dilakukan pembangunan dua kubah di sisi kanan dan kiri masjid. Selanjutnya, pada tahun 1958-1965, bangunan masjid kembali diperluas. Pada perluasan kedua ini ditambahkan dua kubah dan dua menara di sisi barat (mihrab). Kelima kubah ini merupakan perlambang lima elemen dalam Pancasila.
Pada tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara. Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Saat gelombang tsunami setinggi 21 meter menghantam pesisir Banda Aceh pada 26 Desember 2004, masjid ini termasuk bangunan yang selamat – meskipun terjadi kerusakan di beberapa bagian masjid.
Upaya renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat Banda Aceh.
Monumen PLTD Apung, Saksi Bisu Kedahsyatan Tsunami Aceh
Kedhasyatan
gelombang tsunami yang menerpa pesisir utara Banda Aceh pada Bulan Desember
2004 yang lalu ternyata masih meninggalkan jejak. Tidak hanya masih terbayang
dalam ingatan, tsunami juga meninggalkan jejak berupa monumen. Monumen yang
menjadi peringatan bagi siapapun terhadap dahsyatnya kekuatan alam.
Salah satunya adalah Monumen PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh. Sesuai namanya, kapal ini merupakan sumber tenaga listrik bagi wilayah Ulee Lheue – tempat kapal ini ditambatkan sebelum terjadinya tsunami.
Kapal dengan panjang 63 meter ini mampu menghasilkan daya sebesar 10,5 megawatt. Dengan luas mencapai 1.900 meter persegi dan bobot 2.600 ton, tidak ada yang membayangkan kapal ini dapat bergerak hingga ke tengah Kota Banda Aceh.
Ketika tsunami terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, kapal ini terseret gelombang pasang setinggi 9 meter sehingga bergeser ke jantung Kota Banda Aceh sejauh 5 kilometer. Kapal ini terhempas hingga ke tengah-tengah pemukiman warga, tidak jauh dari Museum Tsunami.
Dari 11 orang awak dan beberapa warga yang berada di atas kapal ketika tsunami terjadi, hanya satu orang yang berhasil selamat. Fenomena pergeseran kapal ini menunjukkan kedahsyatan kekuatan gelombang yang menimpa Serambi Makkah kala itu.
Saat ini, area sekitar PLTD Apung telah dibeli oleh pemerintah untuk ditata ulang menjadi wahana wisata edukasi. Untuk mengenang korban jiwa yang jatuh akibat tsunami, dibangun monumen peringatan. Pada monumen itu, tertera tanggal dan waktu kejadian dari musibah yang juga menimpa beberapa negara selain Indonesia.
Di sekeliling monumen, dibangun dinding dengan relief menyerupai gelombang air bah. Dari atas kapal ini, pengunjung juga dapat melihat rangkaian pegunungan Bukit Barisan.
Salah satunya adalah Monumen PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh. Sesuai namanya, kapal ini merupakan sumber tenaga listrik bagi wilayah Ulee Lheue – tempat kapal ini ditambatkan sebelum terjadinya tsunami.
Kapal dengan panjang 63 meter ini mampu menghasilkan daya sebesar 10,5 megawatt. Dengan luas mencapai 1.900 meter persegi dan bobot 2.600 ton, tidak ada yang membayangkan kapal ini dapat bergerak hingga ke tengah Kota Banda Aceh.
Ketika tsunami terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, kapal ini terseret gelombang pasang setinggi 9 meter sehingga bergeser ke jantung Kota Banda Aceh sejauh 5 kilometer. Kapal ini terhempas hingga ke tengah-tengah pemukiman warga, tidak jauh dari Museum Tsunami.
Dari 11 orang awak dan beberapa warga yang berada di atas kapal ketika tsunami terjadi, hanya satu orang yang berhasil selamat. Fenomena pergeseran kapal ini menunjukkan kedahsyatan kekuatan gelombang yang menimpa Serambi Makkah kala itu.
Saat ini, area sekitar PLTD Apung telah dibeli oleh pemerintah untuk ditata ulang menjadi wahana wisata edukasi. Untuk mengenang korban jiwa yang jatuh akibat tsunami, dibangun monumen peringatan. Pada monumen itu, tertera tanggal dan waktu kejadian dari musibah yang juga menimpa beberapa negara selain Indonesia.
Di sekeliling monumen, dibangun dinding dengan relief menyerupai gelombang air bah. Dari atas kapal ini, pengunjung juga dapat melihat rangkaian pegunungan Bukit Barisan.
Monumen Nol Kilometer Sabang, Menjangkau Sisi Terbarat Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki
13.662 pulau, terbentang sejauh 3,5 juta mil dari barat hingga ke timur.
Sebagai negara kepulauan, pulau-pulau terluar Indonesia memiliki peran vital
dalam penentuan batas-batas kedaulatan negara. Hal inilah yang membuat
simbol-simbol penanda geografis di sepanjang perbatasan laut Indonesia menjadi
sangat penting. Salah satu diantara simbol penanda tersebut ada di ujung utara
Pulau Weh, yaitu Monumen Nol Kilometer Barat Indonesia.
Monumen ini diresmikan oleh Wakil Presiden Try Sutrisno, pada 9 September 1997. Prasasti peresmian masih terpasang di lantai dasar, tepat menghadap sebuah kepingan beton berdiameter 50 cm tepat di tengah ruangan.
Di lantai dua dari monumen terdapat dua prasasti lainnya yang terpasang pada beton berbentuk kotak yang menunjukkan metode pengukuran koordinat geografi titik nol oleh para pakar BPPT. Di puncak monumen berdiri tegak patung Garuda Pancasila mencengkram angka nol dengan kakinya.
Secara teknis, sebenarnya koordinat titik terbarat dari Indonesia berada di Pulau Rondo, yang berada pada koordinat 6° 4' 30" LU, 95° 6' 45" BT. Karena pulau ini kosong dan lebih sulit diakses, maka monumen penanda titik terbarat Indonesia dibangun di sisi paling utara dari Pulau Sabang. Lokasi tepatnya berada di Desa Iboih Ujong Ba’u, Kecamatan Sukakarya. Area sekitar monumen ini termasuk dalam kawasan Hutan Wisata Sabang.
Monumen ini kurang lebih berjarak 5 km dari Pantai Iboih (Teupin Layeu) yang sangat populer di kalangan backpacker asing. Perjalanan menuju monumen melintasi jalur menanjak dan berkelok yang dapat ditempuh sekitar 10-15 menit dari Iboih.
Sepanjang perjalanan terkadang kita masih dapat menemukan hewan-hewan liar seperti ular, kera, anjing dan babi hutan yang masih bebas berkeliaran. Di sisi kiri jalan, kita akan melintasi pos Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU yang menjadi garda terdepan pertahanan NKRI di perbatasan.
Monumen ini diresmikan oleh Wakil Presiden Try Sutrisno, pada 9 September 1997. Prasasti peresmian masih terpasang di lantai dasar, tepat menghadap sebuah kepingan beton berdiameter 50 cm tepat di tengah ruangan.
Di lantai dua dari monumen terdapat dua prasasti lainnya yang terpasang pada beton berbentuk kotak yang menunjukkan metode pengukuran koordinat geografi titik nol oleh para pakar BPPT. Di puncak monumen berdiri tegak patung Garuda Pancasila mencengkram angka nol dengan kakinya.
Secara teknis, sebenarnya koordinat titik terbarat dari Indonesia berada di Pulau Rondo, yang berada pada koordinat 6° 4' 30" LU, 95° 6' 45" BT. Karena pulau ini kosong dan lebih sulit diakses, maka monumen penanda titik terbarat Indonesia dibangun di sisi paling utara dari Pulau Sabang. Lokasi tepatnya berada di Desa Iboih Ujong Ba’u, Kecamatan Sukakarya. Area sekitar monumen ini termasuk dalam kawasan Hutan Wisata Sabang.
Monumen ini kurang lebih berjarak 5 km dari Pantai Iboih (Teupin Layeu) yang sangat populer di kalangan backpacker asing. Perjalanan menuju monumen melintasi jalur menanjak dan berkelok yang dapat ditempuh sekitar 10-15 menit dari Iboih.
Sepanjang perjalanan terkadang kita masih dapat menemukan hewan-hewan liar seperti ular, kera, anjing dan babi hutan yang masih bebas berkeliaran. Di sisi kiri jalan, kita akan melintasi pos Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU yang menjadi garda terdepan pertahanan NKRI di perbatasan.
Waahh .. Indah sekali Indonesia ku !!! aku bangga jadi bagian
dari Indonesia !!
Selasa, 24 November 2015
Minggu, 22 November 2015
KKL AKBID MUHAMMADIYAH BANDA ACEH TAHUN 2015
jadikan kekecewaan dimasalalu menjadi senjata di masa depan
Minggu, 25 Oktober 2015
Koreksi diri
Baru kemarin dia cantik , ganteng dan jadi rebutan ...
Sekarang ? , meskipun masih cantik masih ganteng tetapi tak ada yang sudi mendekatinya, apalagi memilikinya ... !
Baru kemarin dia memikat, mempesona dan menarik simpati ...
Tetapi sekarang , orang yang paling dekat hendak pendamkan jasadnya ke dalam tanah secepatnya ... !
Baru kemarin dia selalu dinanti nanti , ditunggu tunggu ...
Sekarang keluarga pun tak mau dia ada dirumah lama lama ...
Baru kemarin dia lincah , gagah dan perkasa ...
Tetapi sekarang , mengedipkan mata pun dia tak sanggup ... !
Baru kemarin dia beli pakaian model terbaru ...
Sekarang dia pakai pakaian model lama ,
Baru kemarin dia beli parfum kualitas import ...
Sekarang tubuhnya wangi pandan dan kapur barus ... !
Baru kemarin dia luluran di salon langganan ...
Sekarang dia luluran dengan tanah ... !
Baru kemarin dia selesaikan cicilan kendaraan baru milik pribadi ...
Sekarang dia pakai kendaraan jadul ,
Baru kemarin dia makan enak di restoran mewah ...
Sekarang dia yang jadi makanan enak para cacing , ulat, kecoa dsb ...
Baru kemarin dia beli lampu kamar eksklusif 24 watt ...
Sekarang dia dalam ruang gelap 24 jam ... !
Baru kemarin surat rumahnya kelar ...
Sekarang dia tinggal di lubang tanah ... !
Baru kemarin dia minum jamu awet muda ...
Sekarang daging di tubuhnya meleleh leleh ... !
“ ... APA YANG KINI DIA HARAPKAN ...? ” ,tatkala sdh menjadi mayat & terbaring diliang lahat ?
Baru kemarin dia tidur lelap ketika adzan subuh ...
Sekarang dia sangat berharap bisa ke masjid waktu subuh walau dg merangkak ...
Baru kemarin dia lantang menentang dakwah Agama ...
Dan sekarang ini dia sangat berharap ada yang bisa dia perbuat demi Agama ...
Masihkah Dunia menjadi TUJUAN ??? Tidakkah kita iri pada mereka yang dijanjikan surga olehNya, tapi tetap berusaha keras untuk beribadah sepanjang hari & malam ? Dan kita ??? Sudah bangga dengan amalan yang biasa saja mengharap SYURGA...???
S e p i
Mengharapkan hujan larutkan nyanyian malamku
Akankah ku rasa
Memastikan embun lepaskan nyanyian malamku
Akankah ku rasa
Memastikan embun lepaskan nyanyian malamku
Mulai nyalakan kembali
Cukup sudah bermimpi
Kini asa ku memutih Langitku kan meninggi
Ini semua akan nyata
Mengharapkan hujan larutkan nyanyian malamku
Akankah ku rasa
Memastikan embun lepaskan nyanyian malamku
Dapatkah ku rasa....
26 Oktober 2015
Nazmi
Cukup sudah bermimpi
Kini asa ku memutih Langitku kan meninggi
Ini semua akan nyata
Mengharapkan hujan larutkan nyanyian malamku
Akankah ku rasa
Memastikan embun lepaskan nyanyian malamku
Dapatkah ku rasa....
26 Oktober 2015
Nazmi
Minggu, 07 Juni 2015
MARS IBI (IKATAN BIDAN INDONESIA)
Lirik Lagu IBI (Ikatan Bidan Indonesia)
Marilah seluruh warga bidan di kawasan Nusantara
Berhimpun di dalam satu wadah Ikatan Bidan Indonesia
Membela dan setia mengamalkan ajaran Pancasila
Bekerja dengan tulus ikhlas mengabdi, mengemban amanat bangsa
Berhimpun di dalam satu wadah Ikatan Bidan Indonesia
Membela dan setia mengamalkan ajaran Pancasila
Bekerja dengan tulus ikhlas mengabdi, mengemban amanat bangsa
Reff :
Ingatlah sumpah jabatan kita kepada Tuhan
Yang kita ikrarkan bersama selalu jadikan peganganJanganlah membuat perbedaan terhadap miskin kaya
Tugas sucimu sebagai penyelamat seluruh wanita di Mayapada (2x)
HYMNE IBI
Setiap waktu
ku berjuang, Untuk Kemanusiaan
Itulah semua tugasku, dan tak mengenal waktu
Berat serasa ringan, tugas seorang Bidan..
Ku tak ingin tanda jasa, semua hanya ikhlas adanya.....
Reff :
Ikatan Bidan Indonesia berasas Pancasila
Seluruh jiwa dan ragaku, demi bahagia seluruh bangsaku
Itulah semua tugasku, dan tak mengenal waktu
Berat serasa ringan, tugas seorang Bidan..
Ku tak ingin tanda jasa, semua hanya ikhlas adanya.....
Reff :
Ikatan Bidan Indonesia berasas Pancasila
Seluruh jiwa dan ragaku, demi bahagia seluruh bangsaku
Langganan:
Postingan (Atom)