Label

Senin, 09 Maret 2015

NGIGAU NGARANG DALAM CINTA.

Sisa tangis kemarin
Masih terasa asin
Begitu terkecapi
Dalam diam sendiri

Tiada pernah disangka
Akhir cinta kita
Diam diam berujung luka
Menyakitkan bagai memegang bara


Kau pergi
Sejengkal pun tak mengingati
Pengorbanan cinta
Yang dulu kita bina

Kau anggap
Aku yang berkhianat
Sedangkan rupa rindu ku
Kau pun sudah tau

Dihempas rasa tak sanggup
Langkah kaki ini gugup
Gerhana didalam hujan yang kian tak redup
Arah hidup menjadi ribut

Kan ku buktikan padamu
Sisa airmata kemarin adalah permata
Tanpa nilai namun berjaya adanya
Hingga kau menyesal akan tak setia pada cinta



#Sigonndrongdalamdiam dalam NGIGAU NGARANG DALAM CINTA.
27febuari2015.22:31.
Astana airmata melangit mimpi

SELENDANG PENGIKAT KEPALA

SELENDANG PENGIKAT KEPALA


Telahpun ku kenakan selendang sebagai pengikat kepala
Untuk satu peran yang tiada satupun sutradara
Melainkan angin yang menghempang melewati telaga
Menjadikan keputusan adalah perjanjian yang disimpan diantara pelangi

Telahpun ku letakkan dupa di atas kepala
Meniadakan bara selain harap menjelmakan wewangian
Bagi hari-hari terbilang sekalipun melintang menghadang
Esa hilang dua terbilang selama nafas dikandung badan
Dan pahitpun telah menjadi keharusan manis
Sebab tiadapun nira diharapkan menetes diantara terik yang menjerang
Berharap hanyalah kemustahilan
Berserah setelah geliat berakhir pasrah
Sebab telahpun sepenggal hidup terpatahkan
Menjadikan batu diantara duri terhidang
Terpahat mengeringkan air mata
Lukapun tiada sanggup meninggalkan bekas lagi
Hujan dan matahari
Hanya itu yang ku nanti sebagai cinta yang abadi
Hujan dan matahari
Selendang telahpun pengikat kepala.

NEGERI PARA ULAR

NEGERI PARA ULAR


Negeri itu begitu saja telah berpenghuni ular
Badan tanpa kaki, tangan telinga tidak jelas lagi
Penampakannya bertahan berwujud alim ulama para cendikiawan
Aromanya tetap menggelegakkan amis

Negeri itu telah penuh kengerian
Mematikan tidak memandang marwah
Tiada peduli kepatutan kepantasan
Bisa menyembur ke segala arah
Pun tiada perbuatan yang berkenan
Negeri itu telah menjadi negeri ular
Berkhotbah bermimbar memetik kata firman
Penguraiannya menjelaskan awan menggelapkan langit
Negeri itu telah penuh ular
Menjulur pelintir di gelap melembabkan
Mengutip kitab suci kegemarannya
Meneriakkan ular lebih ahlinya.

ALIBI

ALIBI
hujan itu menjadi alibi yang menderas
membuat kuyup semua dusta
sinyal dan pesan pendek tak lagi beralamat
tak ada pulsa habiskan setiap alasan
jalan menuju rumah tinggal renungan panjang
tentang lidah yang mengulum setiap kalimat
manis dan pahitnya mencecap percakapan
dan rayuan menjadi bilangan tak terhingga

kini hujan tinggal sebuah lorong logika
dari akhir sebuah cerita sejumlah peristiwa
sebagai sebuah sampiran di sebuah beranda
di mana sesosok bayangan melenyapkan dirinya
menjadi kabut yang mengendap dan sirna
dari kepengapan yang tersisa untuk tidak dirasa
ada saatnya memang berjaga-jaga untuk
tidak sekedar membaca sebuah prosa
ketika puisi memberi setiap tanda tanpa makna
seperti hujan tak lagi menderaskan gerimis
kecuali malam yang berlapis-lapis kelam
dan tidur tak lagi harus beselimut impian

PADA MELANGIT MIMPI

Mungkin
Aku hanya bagian dari satu golongan yang terbuang
Tapi aku
Bukan dari kaum pecundang
Yang hanya tau
Menetek
Mengedot
Bahkan mengompeng
Pada susu cair mu
Pada gula gula basi mu
Aku adalah aku
Dengan nyanyian lagu rindu
Mengutip suasana haru
Tak pakai tipu tipu
Aku adalah aku
Yang ingin hidup lebih dari seribu tahun lagi
Sebabkan waktu yang ada
Lebih banyak terbuang dari tersisa
Pada melangit mimpi
‪#‎Sigondrongdalamdiam‬ dalam PADA MELANGIT MIMPI,07maret2015.22:04.
Di Astana airmata.

TAFSIR MELANGIT MIMPI JALAN MAUT

Jalan maut
Satu pintu
Tak dapat ditutup
Atau diganti jendela
Jalan maut
Akhir hidup
Dalam seruan
Hingga panggilan
Jalan itu terpaut
Tetap satu pintu
Katanya
Barang siapa ada yatim
Maka bersama ku dalam pintu yang serumah
Didalam arsyNya
‪#‎Sigondrongdalamdiam‬ dalam TAFSIR MELANGIT MIMPI JALAN MAUT.07maret2015.23:31.
Di astana airmata.