BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program
kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan
kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan
program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Keerom merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah Indonesia bagian
timur.
Perbandingan
antara jumlah bidan dan perawat dengan penduduk di Keerom sudah terpenuhi
berdasarkan standar, namun pendistribusian
tenaga bidan masih belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi jarak antardesa berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap bidan. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak terpantau oleh Dinas Kesehatan Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga kerja yang belum merata, dan lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan (dinkes) menyebabkan kegiatan program kesehatan di puskesmas belum berjalan optimal, termasuk program KIA.
tenaga bidan masih belum merata. Kondisi geografis yang sulit menyebabkan kebutuhan tenaga bidan semakin besar karena jumlah penduduk per desa masih relatif sedikit, tetapi jarak antardesa berjauhan. Kondisi ini juga menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap bidan. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa ada beberapa bidan desa yang meninggalkan lokasi tugas tanpa izin dan tidak terpantau oleh Dinas Kesehatan Keerom. Dampak dari pendistribusian tenaga kerja yang belum merata, dan lemahnya pengawasan dari dinas kesehatan (dinkes) menyebabkan kegiatan program kesehatan di puskesmas belum berjalan optimal, termasuk program KIA.
Tahun 2005,
jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan masih rendah, hanya sebanyak
52 persen. Jumlah kematian ibu bersalin yang tercatat di Keerom sebesar 4
orang. Fenomena kasus kematian ibu dan kematian bayi di Keerom
kemungkinan akibat dari dukungan Dinas Kesehatan Keerom dalam program KIA di
puskesmas belum optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
kebijakan pemerintah terhadap KIA ?
2. Bagaimana
sasaran KIA ?
3. Bagaimana
kebijakan pelayanan KIA ?
4. Bagaimana
upaya KIA selanjutnya untuk pemerintah ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui kebijakan pemerintah terhadap KIA
2. Untuk
mengetahui sasaran KIA
3. Untuk
mengetahui kebijakan pelayanan KIA
4. Untuk
mengetahui upaya KIA selanjutnya untuk
pemerintah
1.4
Manfaat
Mengetahui
Ruang lingkup dalam Kesehatan Ibu dan Anak di suatu wilayah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pengelolaan Program KIA
Upaya Kesehatan ibu dan anak
adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu hamil ibu bersalin, ibu meneteki,
bayi dan anak balita serta anak prasekolah. Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA
masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik
terkait kehamilan dan persalinan.
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong,
yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat
tranportasi atau komunikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan,
pendonor darah, pencacatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini
tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta
menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman
kanak-kanak.
keluarga berarti nuclear family yaitu yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab
sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Oleh sebab itu
keluarga mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang
anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya, dan yang paling
berperan sebagai pendidik anak-anaknya adalah ibu. Peran seorang ibu dalam
keluarga terutama anak adalah mendidik dan menjaga anak-anaknya dari usia bayi
sehingga dewasa, karena anak tidak jauh dari pengamatan orang tua terutaa
ibunya. (Asfryati, 2003, h.27).
Peranan ibu terhadap anak adalah sebagai pembimbing
kehidupan di dunia ini. Ibu sangat berperan dalam kehidupan buah hatinya di
saat anaknya masih bayi hingga dewasa, bahkan sampai anak yang sudah dilepas
tanggung jawabnya atau menikah dengan orang lain seorang ibu tetap berperan
dalam kehidupan anaknya. (dilampirkan oleh Zulkifli dari bambang, 1986, h.9)
2.1.1
Tujuan Program KIA
Tujuan Program Kesehatan Ibu dan anak (KIA) adalah
·
tercapainya
kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal,
bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta
meningkatnya derajat.
·
kesehatan anak
untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan
bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah :
·
Meningkatnya
kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna
dalam upaya
pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.
·
Meningkatnya
upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di
dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita
serta di sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.
·
Meningkatnya
jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas, dan ibu menetek
·
Meningkatnya
mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu meneteki,bayi dan
anak balita.
·
Meningkatnya
kemampuan dan peran serta masyarakat , keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.
2.1.2
Prinsip Pengelolaan Program Kia
Pengelolaan program KIA bertujuan
memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif
dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok
sebagai berikut:
· Peningkatan pelayanan antenatal bagi
seluruh ibu hamil di semua pelayanan kesehatan dengan mutu sesuai standar serta
menjangkau seluruh sasaran.
· Peningkatan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas kesehatan.
· Peningkatan pelayanan kesehatan bayi
baru lahir, bayi dan anak balita di semua pelayanan kesehatan yang bermutu dan
sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
· Peningkatan deteksi dini
risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan maupun
masyarakat.
· Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan
dan bayi baru lahir secara kuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga
kesehatan.
· Peningkatan pelayanan ibu nifas,
bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai standar dan menjangkau seluruh
sasaran.
· Peningkatan pelayanan KB
berkualitas.
· Peningkatan deteksi dini tanda
bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi baru lahir, bayi dan anak
balita.
· Peningkatan penanganan bayi baru
lahir dengan komplikasi sesuai standar.
2.2 Indikator Pemantauan Sasaran
Pelayanan KIA
Indikator
pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang dapat
menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA.
Sasaran
yang digunakan dalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip
konsep wilayah (misalnya: Untuk provinsi memakai sasaran provinsi, untuk
kabupaten memakai sasaran kabupaten).
2.2.1 Pelayanan
dan jenis Indikator KIA
1.
Pelayanan antenatal : Adalah
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal. Standar minimal “5 T “ untuk pelayanan antenatal terdiri dari :
·
Timbang
berat badan dan ukur tinggi badan
·
Ukur Tekanan
darah
·
Pemberian
Imunisasi TT lengkap
·
Ukur Tinggi
fundus uteri
·
Pemberian
Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
·
Frekuensi
pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan
waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua,
dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga
2. Pertolongan
Persalinan
Jenis tenaga yang memberikan pertolongan
persalinan kepada masyarakat :
a.
Tenaga
profesional : dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,
pembantu bidan dan perawat.
b.
Dukun bayi :
Terlatih : ialah dukun bayi
yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.
Tidak terlatih : ialah dukun bayi yang belum pernah
dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum
dinyatakan lulus.
c. Deteksi dini ibu hamil berisiko : Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya
adalah :
Ø Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun .
Ø Anak lebih dari 4
Ø Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih
dari 10 tahun
Ø Tinggi badan kurang dari 145 cm
Ø Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
Ø Riwayat keluarga mendeita kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kengenital.
Ø Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.
Risiko tinggi kehamilan
merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang secara langsung menyebabkan
kesakitan dan kematian ibu maupun bayi .
Risiko tinggi pada kehamilan meliputi :
1.
Hb kurang
dari 8 gram %
2.
Tekanan
darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg
3.
Oedema yang
nyata
4.
Eklampsia
5.
Perdarahan
pervaginam
6.
Ketuban
pecah dini
7.
Letak
lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
8.
Letak
sungsang pada primigravida
9.
Infeksi
berat atau sepsis
10.
Persalinan premature
11.
Kehamilan
ganda
12.
Janin yang
besar
13.
Penyakit
kronis pada ibu antara lain Jantung,paru, ginjal.
14.
Riwayat
obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.
Risiko tinggi pada neonatal meliputi :
1.
BBLR atau
berat lahir kurang dari 2500 gram
2.
Bayi dengan
tetanus neonatorum
3.
Bayi baru
lahir dengan asfiksia
4.
Bayi dengan
ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir
5.
Bayi baru
lahir dengan sepsis
6.
Bayi lahir
dengan berat lebih dari 4000 gram
7.
Bayi preterm
dan post term
8.
Bayi lahir
dengan cacat bawaan sedang
9.
Bayi lahir
dengan persalinan dengan tindakan.
2.2.2
Indikator pemantauan
teknis
1.
Akses
pelayanan antenatal (cakupan K1) Adalah cakupan ibu hamil yang
pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui
jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan
masyarakat.
Rumus
yang dipakai untuk perhitungannya adalah :
Jumlah
ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan
disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu,Jumlah sasaran ibu hamil disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun, Jumlah sasaran
ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui Proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan
menggunakan rumus : 1,10 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Angka kelahiran kasar (CBR) yang
digunakan adalah angka terakhir CBR kabupaten/kota yang diperoleh dari kantor perwakilan
Badan Pusat Statistik (BPS) di kabupaten/kota. Bila angka CBR kabupaten/kota tidak ada maka dapat
digunakan angka terakhir CBR propinsi. CBR propinsi dapat diperoleh juga dari buku Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007
– 2011 (Pusat Data Kesehatan Depkes RI, tahun 2007).
Contoh : untuk
menghitung perkiraan jumlah ibu hamil di desa/kelurahan X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk
sebanyak 2 .000 jiwa dan angka CBR terakhir
kabupaten Y 27,0/1.000 penduduk, maka : X 100
Jumlah ibu hamil = 1,10 X 0,027 x 2.000 = 59,4. Jadi sasaran ibu hamil
di desa/kelurahan X adalah 59 orang.
2.
Cakupan
pelayanan ibu hamil (cakupan K4)
Adalah cakupan ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar,
paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1
kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada
trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan
pelayanan antenatal secara lengkap
(memenuhi
standar pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di
suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus
yang dipergunakan adalah :
Jumlah
ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah sasaran ibu hamil disuatu
wilayah dalam 1 tahun.
3.
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)
Adalah cakupan ibu bersalin yang
mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diperkirakan persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan
kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan
sesuai standar.
Rumus
yang digunakan sebagai berikut :
Jumlah
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah sasaran ibu bersalin disuatu
wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah
sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan menggunakan rumus : X 100
1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk
Contoh : untuk menghitung
perkiraan jumlah ibu bersalin di desa/kelurahan X di kabupaten Y yang mempunyai penduduk
sebanyak 2.000 penduduk dan angka CBR terakhir kabupaten
Y 27,0/1.000 penduduk maka : Jumlah ibu bersalin = 1,05 X 0,027 x 2.000 = 56,7.
Jadi
sasaran ibu bersalin di desa/kelurahan X adalah 56 orang
4.
Cakupan
pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)
Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada
masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
bersalin
sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 8 –
14 hari dan 36 – 42 hari setelah bersalin
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan
menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan
manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah
ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah
sasaran ibu nifas di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah sasaran ibu nifas sama
dengan jumlah sasaran ibu bersalin.
5.
Cakupan
pelayanan neonatus pertama (KN 1)
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan
pelayanan sesuai standar pada 6 - 48 jam
setelah
lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui akses/jangkauan pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus
yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah
neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah
seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun. Jumlah sasaran bayi bisa didapatkan
dari perhitungan berdasarkan jumlah perkiraan (angka
proyeksi) bayi dalam satu wilayah tertentu dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Jumlah sasaran bayi = Crude Birth Rate x jumlah
penduduk
Contoh
: untuk menghitung jumlah perkiraan bayi di suatu desa Z di Kota Y Propinsi X yang mempunyai penduduk sebanyak
1.500 jiwa dan angka CBR terakhir Kota Y 24,8/1.000
penduduk,
maka : Jumlah
bayi = 0,0248 x 1500 = 37,2.
Jadi
sasaran bayi di desa Z adalah 37 bayi.
6.
Cakupan
pelayanan neonatus Lengkap (KN Lengkap).
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan
pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga
kali
yaitu 1 kali pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7 dan 1 kali pada
hari ke 8 – hari
ke 28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.
Rumus
yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah
neonatus yang telah memperoleh 3 kali pelayanan kunjungan neonatal sesuai standar di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah
seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
7.
Deteksi faktor
risiko dan komplikasi oleh Masyarakat
Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor
risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh
kader
atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri. Indikator ini menggambarkan peran
serta dan keterlibatan masyarakat dalam
mendukung
upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.
Rumus
yang dipergunakan : X 100 Jumlah ibu hamil yang berisiko yang
ditemukan kader atau dukun bayi atau masyarakat di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu 20%
x jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun
8.
Cakupan
Penanganan komplikasi Obstetri (PK)
Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi
kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu
tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan kompeten
pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan
terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur kemampuan
manajemen program KIA dalam menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan secara professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi.
Rumus
yang dipergunakan :
Jumlah
komplikasi kebidanan yang mendapatkan penanganan definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu 20% x jumlah sasaran ibu hamil di
suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
9.
Neonatus
dengan komplikasi yang ditangani
Adalah cakupan neonatus dengan
komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan
definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang
pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus
yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan
sarana pelayanan kesehatan dalam menangani
kasus
– kasus kegawatdaruratan neonatal, yang kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk
ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Rumus
yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Jumlah
neonatus dengan komplikasi yang mendapat penanganan definitif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu 15 % x jumlah sasaran bayi di suatu
wilayah kerja dalam 1 tahun
10.
Cakupan
kunjungan bayi (29 hari – 11 bulan)
Adalah cakupan bayi
yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali
pada umur 3 – 5 bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 – 11
bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi.
Rumus yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :
Jumlah bayi yang telah memperoleh 4 kali
pelayanan kesehatan sesuai standar
di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah
seluruh sasaran bayi di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun
11.
Cakupan
pelayanan anak balita (12 – 59 bulan).
Adalah cakupan anak balita (12 – 59
bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi pemantauan
pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian
vitamin A 2 x setahun
Rumus
yang digunakan adalah :
Jumlah
anak balita yg memperoleh pelayanan sesuai standar disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah seluruh anak balita disuatu
wilayah kerja dalam 1 tahun
12.
Cakupan
Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS Adalah
cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang berobat ke Puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Rumus
yang digunakan adalah :
Jumlah
anak balita sakit yg memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di Puskesmas di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu Jumlah
seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas disuatu wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah anak balita sakit diperoleh
dari kunjungan balita sakit yang datang ke
puskesmas
(register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari
format pencatatan dan pelaporan MTBS
13.
Cakupan
Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru
dan lama yang masih aktif menggunakan
alat
dan obat kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Indikator
ini menunjukkan jumlah peserta KB baru dan lama yang masih aktif memakai alokon terus-menerus hingga saat
ini untuk menunda, menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.
Rumus
yang dipergunakan:
Jumlah
peserta KB aktif di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Jumlah seluruh PUS di suatu wilayah
kerja dalam 1 tahun
2.2.3 Pemantauan Non-Teknis
Indikatorini dimasksudnya untuk motivasi dan komunikasi kemajuan maupun
masalah operasional kegiatan KIA kepada para penguasa di wilayah, sehingga di
mengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan. Indikator-indikator ini
dipergunakan dalam berbagai tingkat administradi, yaitu :
a.
Indikator pemerataan pelayanan KIA
Untuk ini dipilih AKSES (jangkauan)
dalam pemamtauan secara teknis memodifikasinya menjadi indicator pemerataan
pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
b.
Indikator efektivitas pelayanan KIA :
Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam
pemamtauan secara teknnis dengan memodifikasinya menjadi indicator efektivitas
program yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
Kedua indicator
tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, perdesa serta dipergunakan
dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desamana yang
masih ketinggalan. Pemantauan secara lintas sektoral ini peningkatan penggerakan masyarakat
serta penggalian sumber daya setempat yang diperlukan.harus diikuti dengan
suatu tindak lanjut yang jelas dari para penguasa wilayah perihal :
Dalam upaya melibatkan lintas
sector terkait,khususnya para aparat setempat dipilih 3 indikator yang mudah
dipahami yaitu:
·
Cakupan K1 yang menggambarkan
keterjangkauan pelayanan KIA
·
Cakupan K4,yang menggambarkan kualitas
pelayanan KIA
·
Cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan(PN\pernakes)
2.3
Pembuatan
Peta
Membuat peta
adalah membuat gambar tentang lingkungan dengan batas tertentu misalnya peta
Sasaran KIA untuk Posyandu :MAWAR”, dengan batas dusun / kampung Mawar. Peta
KIA bisa menjadi alat bantu yang sangat berguna untuk Kader, Toga Toma, dan
Bidan di Desa.
Pada peta KIA digambar tempat
tinggal dari keluarga-keluarga yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan oleh
Bidan di Desa seperti :
1.
Keluarga dengan ibu hamil
2.
Keluarga dengan ibu hamil risiko tinggi
3.
Keluarga dengan
ibu nifas dan neonatus
4.
Keluarga dengan bayi
5.
Keluarga dengan balita BGM
Bidan di Desa harus memberi tanda khusus untuk rumah
tangga pada peta dengan
memberinya warna atau simbol yang berbeda:
1.
Rumah tangga yang mempunyai anak 1-5 tahun
2.
Rumah tangga yang mempunyai anak dibawah 1 tahun
3.
Rumah tangga dengan ibu nifas dan BBLR
4.
Rumah tangga dengan ibu hamil
5.
Rumah tangga dengan ibu hamil risiko tinggi
6.
Rumah tangga dengan anak yang beratnya di bawah garis
merah pada KMS
7.
Rumah Dukun Bayi dan Tokoh Agama.Peta KIA pos melati
II
Tujuan
membuat Peta KIA :
1.
Sebagai alat untuk monitoring sasaran KIA dan
pelayanan yang didapatkan oleh sasaran (perlu bantuan buku catatan/register).
2.
Petunjuk untuk Bidan di Desa tentang tempat tinggal
keluarga-keluarga yang perlu dikunjungi secara rutin.
3.
Bidan Koordinator atau pengunjung lain ke polindes
dapat langsung mengetahui :
a.
Luas, gambaran topografi dan denah desa/kampung/dusun.
b.
Populasi yang menjadi tanggung jawab Bidan di Desa
c.
Jumlah keluarga yang rutin perlu dikunjungi Bidan di
Desa
Cara Membuat Peta KIA
Bidan di
Desa sebenarnya dapat membuat peta sendiri, akan tetapi jangan, karena mungkin
Bidan di Desa sebagai pendatang tentu tidak memahami sepenuhnya keadaan
desa/kampung. Bidan di Desa sebaiknya meminta beberapa kader di desa
untuk membantu membuat peta desa tersebut.
Pembuatan
peta desa dilakukan bersama 8 – 10 orang lain. Yang dilibatkan dalam
kegiatan ini adalah mereka yang sudah mengenal keluarga-keluarga yang ada di
desanya, misalnya Dukun Bayi, ibu-ibu pengurus PKK dan Kader, kalau bisa jangan
perepemuan saja yang diliatkan, bapak bapak nya juga dilibatkan dalam pembuatan
peta sasaran KIA
Langkah – langkah Pemetaan Sasaran KIA :
A. Persiapan
1. Mengundang
kader kesehatan / tim kesa/ kader posyandu untuk membantu membuat peta desa.
Yang diundang adalah yang sudah tahu keadaan keluarga-keluarga
di desa itu.
Bahan
: 1. Kertas
untuk mencatat dan bolpoin
3.
Alas tempat menggambar : lantai semen
/ lantai tanah
4.
Spidol, kapur tulis, kertas minyak /
sampul
2. Membuat pertemuan dengan kader
kesehatan/tim kesa/kader posyandu di tempat yang dirasa cukup nyaman. Tidak
perlu di tempat yang tertutup, bisa di bawah pohon, asal bisa
menggambar di lantai / tanah.
3. Jelaskan
bahwa Anda perlu bantuan mereka untuk menggambar peta desa. Peta itu
diperlukan untuk mengetahui tempat tinggal keluarga-keluarga yang
rentan dan perlu perhatian Bidan di Desa dan semua warga desa.
B. Menggambar
Peta Sasaran
1.
Mulailah dengan bertanya tentang batas-batas desa.
Minta seorang menggambar
batas desa di lantai semen / tanah / kertas sampul.
2.
Kemudian ajak kader kesehatan/tim kesa/kader
posyandu untuk menggambar bangunan (seperti gedung, rumah, warung, toko,
dll) yang ada di pusat desa serta jalan-jalan di dalam desa
tersebut.
3.
Dengan patokan bangunan di pusat desa, mintakan
peserta untuk menggambarkan lokasi bangunan penting seperti – masjid / gereja /
kantor desa / rumah kepala desa.
4.
Selanjutnya mintakan kader kesehatan/tim kesa/kader
posyandu untuk identifikasi tempat tinggal keluarga-keluarga sasaran pelayanan
Bidan di Desa, rumah Dukun Bayi dan Tokoh Agama.
5.
Lalu ajak kader kesehatan/tim kesa/kader posyandu
untuk identifikasi Keluarga dengan keadaan sebagai berikut :
a.
WUS, Bayi , Ibu hamil, Bayi BBLR Anak Balita Ibu
nifas & Neonatus Balita BGM
b.
Rumah Dukun Bayi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama.
c.
Kemudian ibu-ibu menggambar rumah dan diberi tanda
untuk mengetahui siapa yang tinggal di rumah tersebut diatas dengan
menggunakan kerikil, biji-bijian, daun, lidi dll.
d.
Kalau sudah selesai tanya ke kader kesehatan/tim
kesa/kader posyandu apakah masih ada keluarga yang masih perlu
digambarkan rumahnya di peta.
e.
Jika peta sudah rampung, semua yang hadir mengevaluasi
hasil kerja dengan berjalan mengelilingi peta, untuk bisa mengetahui hal-hal
yang masih perlu diperbaiki.
C. Tindak Lanjut:
1.
Bidan di Desa bersama kader kesehatan/tim kesa/kader
2.
posyandu mendiskusikan bagaimana melanjutkan
kerja sama untuk mejangkau semua keluarga yang digambarkan di peta desa.
3.
Bidan di Desa lalu menyalin peta yang digambar di
lantai / tanah, di kertas lebar (kertas minyak / sampul / lembar
“Flipchart”) atau di papan “triplek”. Setelah selesai menyalin
Bidan di Desa menunjukkannya kepada para kader kesehatan/tim kesa/kader
posyandu yang telah membantu menggambar peta desa, untuk mendapatkan komentar
tentang perbaikan yang diperlukan. Peta desa yang sudah disalin itu
selanjutnya digantung di Polindes, Posyandu.
Tujuan asuhan kebidanan di desa adalah :
1.
Ibu dan bayi sehat, selamat,keluarga bahagia,
terjaminnya kehormatan martabat manusia
2.
Saling menghormati penerima asuhan dan pemberi asuhan
3.
Kepuasan ibu, keluarga dan bidan
4.
Adanya kekuatan diri dari wanita dlm menentukan
dirinya sendiri
5.
Adanya rasa
saling percaya dari wanita sebagai penerima asuhan
6.
Terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas
Peran bidan
di Desa adalah :
Membantu keluarga dan masyarakat agar selalu berada dalam kondisi kesehatan
yang optimal
1. Sebagai Pendidik
berupaya agar sikap dan perilaku komuniti di wilayah
Kerjanya dpt berubah sesuai dengan kaidah kesehatan
2. Sebagai Pelaksana
Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan:
·
Bimbingan terhadap kelompk remaja masa pra nikah
·
pemeliharaan kesehatan Bumil, nifas dan mass interval
dalam keluarga
·
pertolongan persalinan di rumah
·
tindakan pertolpertama pada kasus kegawatan obstetri
di keluarga
·
pemeliharaan kesehatan Kelompk wanita dengan gangguar
reproduksi di keluarga
·
Pemeliharan kes anak balita
3. Sebagai Pengelola
Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak di
puskesmas, polindes, posyandu dan praktek bidan, memimpin dan mengelola bidan
lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Bidan yang bekerja
di komuniti harus mampu mengenali kondisi kesehatan masyarakat yang selalu
mengalami perubahan. Kesehatan komuniti dipengaruhi oleh perkembangan yang
terjadi baik di masyarakat itu sendiri maupun IPTEK serta kebijakan-kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah.
4. Sebagai Peneliti
Peran peneliti
yang dilakukan oleh bidan bukanlah seperti yang dilakukan oleh peneliti
profesional. Dasar-dasar dalam penelitian
perlu diketahui oleh bidan seperti pencatatan, pengolahan dan analisis data.
Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesa atas hasil
analisisnya. Berdasarkan data ia dapat menyusun rencana dan tinakan sesuai
dengan permasalahan yang ditemu. Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi
atas tindakan yang dilakukannya tersebut.
Asuhan Kebidanan Komunitas di Desa :
a.
Pencegahan
b.
Skrinning atau deteksi dini untuk dirujuk
c.
Asuhan Kegawatdaruratan ibu & neonatal
d.
Pertolonganpertama pada penyakit Akut kemudian dirujuk
e.
Pengobatan ringan
f.
Asuhan pada kondisi
kronis,Pendidikan
kesehatan
g.
Menentukan kebutuhan Kesehatan dan Mempertahankan & meningkatkan kesehatan masyarakat
Area Kerja
Bidan Komunitas :
a.
Rumah
b.
Bidan Praktek perseorangan
c.
Rumah bersalin
d.
Klinik-klinik
e.
Puskesmas
f.
Posyandu
Keuntungan dari Pencapaian Sasaran Bidan di Desa
adalah :
a.
Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan
komunitas.
b.
Terpelihara dan
meningkatnya status gizi masyarakat.
c.
Terpelihara dan meningkatnya status kesehatan jiwa
masyarakat.
d.
Meningkatnya jumlah dan cakupan pemeliharaan kesehatan
dengan pembiayaan pra upaya.
e.
Pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu
dan terjangkau.
f.
Peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam pembiayaan
program kesehatan masyarakat.
g.
Pengembangan tenaga kesehatan yang profesional yang
sadar biaya dan sadar mutu masyarakat yang inovatif, efektif dan efisien.
h.
Pemantapan kemitraan dan kerjasama lintas sektoral
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat.
i.
Pengutamaan kelompok sasaran rentan keluarga miskin
dan pengarus-utamaan gender
j.
Pengutamaan daerah terpencil, perbatasan dan rawan
bencana.
k.
Penyelarasan
program dengan perkembangan tantangan dan komitmen global.
l.
Pemantapan
pemberdayaan dan kemandirian keluarga komunitas dan masyarakat.
m.
Penerapan
tehnologi tepat guna, bantuan teknis dan pendampingan.
n.
Pengembangan
penelitian untuk dukungan program.
o.
Peningkatan
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan program kesehatan masyarakat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upaya kesehatan Ibu dan Anak adalah
upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA masyarakat dalam upaya mengatasi situasi
gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan. Sistem
kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk
masyarakat, dalam hal penggunaan alat tranportasi atau komunikasi (telepon
genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencacatan pemantauan dan
informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada
masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta
pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.
Tujuan Program Kesehatan Ibu dan
anak (KIA) adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan
derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk
menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya
derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang
merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Adapun kesimpulan dari makalah ini
adalah sebagai berikut ;
1.
Memperbaiki
akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal dengan cara pemberian pelayanan
antenatal yang optimal secara menyeluruh dan terpadu, peningkatan deteksi dini
resiko tinggi baik pada ibu hamil maupun pada bayi di institusi pelayanan ANC
maupun di masyarakat, disamping itu pengamatannya harus secara terus menerus.
2.
Berfungsinya
mekanisme rujukan dari tingkat masyarakat dan puskesmas hingga rumah sakit
tempat rujukan.
3.
Adanya
keseragaman dan persamaan persepsi tentang sistem pelaporan antara pengelola
program kesehatan ibu dan anak yang berada di kabupaten/kota dengan pengelola
yang ada di propinsi
3.2
Saran
Diharapkan
perkembangan kesehatan ibu dapat merata sesuai dengan program kesehatan Pemerintah
dalam mencapai kesejahteraan secara merata
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=PENGELOLAAN+PROGRAM+KIA&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar