BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Peran bidan dalam pemberian obat dan
pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan
pelayanan kesehatan. bidan diharapkan
terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas bidan tidak sekedar memberikan pil untuk
diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi
respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki bidan.
Bidan memiliki peran yang utama dalam
meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan
demikian, bidan
membantu klien untuk membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mau mengkonsultasikan
setiap obat yang dipesankan
kepada tenaga kesehatan, dan turut bertanggung jawab dalam
pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan
promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan
perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh
dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan harus
dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien. Bidan bertanggung jawab dalam
pemberian obat-obatan yang aman. Caranya bidan harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap/jelas atau dosis yang
diberikan diluar batas yang direkomendasikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa itu
persiapan pemberian obat ?
2.
Bagaimanakah
cara mengatasi nyeri?
3.
Bagaimanakah
tujuan pemberian obat?
4.
Apa
manfaat pemberian obat?
5.
Apa
fungsi persiapan pemberian obat?
6.
Bagaimana
perhitungan dosis obat?
1.3 Tujuan
1.
Mendeskripsikan
pengertian persiapan pemberian obat.
2.
Mendeskripsikan
tujuan pemberian obat.
3.
Mendskripsikan
manfaat persiapan pemberian obat.
4.
Mendeskripsikan
fugsi persiapan pemberian obat
5.
Mendeskripsikan
perhitungan dosis obat
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui penjelasan mengenai
persiapan pemberian obat sehingga pembaca sendiri bisa tahu dan pembaca dapat
berbagi informasi baik kepada keluarganya maupun kepada orang lain. sehinngga
semua orang dapat mengetahui bagaimana pelayanan kesehatan yang benar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Persiapan Pemberian Obat
Bidan bertanggung jawab dalam
pemberian obat-obatan yang aman. Caranya bidan harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan
perintah tersebut jika tidak lengkap/jelas atau dosis yang diberikan diluar
batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat dan bidan bertanggung jawab jika
mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat
tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Perawat dan bidan wajib membaca buku-buku refrensi obat untuk mendapatkan kejelasan mengenai
efek terapiutik yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang
mungkin terjadi atau reaksi yang merugikan dari pengobatan.
Supaya dapat
tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat dan bidan harus dapat melakukan 6 hal yang benar:
1. klien yang
benar
2. obat yang
benar
3. dosis yang
benar
4. waktu yang
benar
5. rute yang
benar
6. dokumentasi
yang benar.
A.
Hak Klien Yang Berhubungan Dengan Pemberian Obat.
1.
Hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat.
Hak ini adalah prinsip dari
pemberian persetujuan setelah mendapatkan informasi (informed consent) yang
berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat keputusan.
2.
Hak klien untuk menolak
pengobatan.
Klien dapat menolak untuk menerima suatu pengobatan. Tanggung jawab bidan untuk menentukan, jika memungkinkan, alasan penolakan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan. Jika tetap menolak, bidan wajib mendokumentasikan pada catatan perawatan dan melapor kepada dokter yang menginstruksikan.
Klien dapat menolak untuk menerima suatu pengobatan. Tanggung jawab bidan untuk menentukan, jika memungkinkan, alasan penolakan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan. Jika tetap menolak, bidan wajib mendokumentasikan pada catatan perawatan dan melapor kepada dokter yang menginstruksikan.
B.
Memberikan Pedoman Keamanan Dalam Pemberian Obat
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah yaitu: persiapan, pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat.
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah yaitu: persiapan, pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat.
1. Persiapan
·
Cuci tangan sebelum menyiapkan obat
·
Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat
·
Periksa perintah pengobatan
·
Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali
·
Periksa tanggal kadaluarsa
·
Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat
lain
·
Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan
perawat lain atau ahli Farmasi
·
Tuang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika
dosis obat dalam unit, buka obat disisi tempat tidur pasien setelah memastikan
kebenaran identifikasi pasien.
·
Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung
terendah dari cairan harus berada pada garis dosis yang diminta
·
Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung
(kalium, aspirin) atau berikan bersama-sama dengan makanan.
2.
Pemberian
Periksa identitas pasien melalui gelang identifikasi:
·
Tawarkan es batu sewaktu memberikan obat yang rasanya
tidak enak. Jika mungkin berikan obat yang rasanya tidak enak terlebih dahulu
baru kemudian diikuti dengan obat dengan rasa yang menyenangkan
·
Berikan hanya obat yang disiapkan
·
Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung
rute pemberian
·
Tetaplah bersama klien sampai obat diminum/dipakai
·
Jika memberikan obat pada sekelompok klien, berikan
obat terakhir pada klien yang memerlukan bantuan ekstra.
·
Berikan tidak lebih dari 2,5 – 3 ml larutan
intramuscular pada satu tempat. Bayi tidak boleh menerima lebih dari 1 ml
larutan intramuskuler pada satu tempat. Tidak boleh memberikan lebih dari 1 ml
jika melalui rute subkutan. Jangan menutup kembali jarum suntik.
·
Buang jarum dan tabung suntik pada tempat yang benar
·
Buang obat kedalam tempat khusus jangan kedalam tempat
sampah
·
Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul. Simpan
larutan stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat (bila perlu
masukkan ke dalam lemari es). Tulis tanggal waktu dibuka serta inisial Anda
pada label
·
Simpan narkotik kedalam laci atau lemari dengan kunci
ganda
·
Kunci untuk lemari narkotik harus disimpan oleh
perawat dan tidak boleh disimpan didalam laci atau lemari.
3.
Pencatatan
·
Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter
dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa
·
Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan,
dosis, waktu rute, dan inisial Anda.
·
Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis
stat
·
Lorkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.
·
Catat jumlah cairan yang diminum bersama obat pada
kolom intake dan output. Sediakan cairan yang hanya diperbolehkan dalam diet.
4.
Yang tidak
boleh dalam pemberian obat
·
Jangan sampai konsentrasi terpecah sewaktu menyiapkan
obat.
·
Jangan memberikan obat yang dikeluarkan oleh orang
lain.
·
Jangan mengeluarkan obat dari tempat obat dengan label
yang sulit dibaca, atau yang labelnya sebagian terlepas atau hilang
·
Jangan memindahkan obat dari satu tempat ke tempat
lain.
·
Jangan mengeluarkan obat ke tangan Anda
·
Jangan memberikan obat yang tanggalnya telah
kadaluwarsa
·
Jangan menduga-duga mengenai obat dan dosis obat.
Tanya jika ragu-ragu
·
Jangan memakaim obat yang telah mengendap, atau
berubah warna, atau berawan.
·
Jangan tinggalkan obat-obat yang telah dipersiapkan
·
Jangan berikan suatu obat kepada klien jika ia
memiliki alergi terhadap obat itu.
·
Jangan memanggil nama klien sebagai satu-satunya cara
untuk mengidentifikasi
·
Jangan berikan jika klien mengatakan bahwa obat
tersebut berlainan dengan apa yang telah ia terima sebelumnya. Periksa
perintah pengobatan.
·
Jangan menutup kembali jarum suntik.
C.
Faktor Yang
Mengubah Respon Terhadap Obat
Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu perawat dan bidan harus tahu jumlah dan macam-macam faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap obat antara lain :
Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu perawat dan bidan harus tahu jumlah dan macam-macam faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap obat antara lain :
1. Absorpsi
Suatu
variable yang utama dalam rute pemberian obat. Absorpsi oral terjadi pada saat
partikel-partikel obat keluar dari saluran gastrointestinal (lambung dan usus
halus) menuju cairan tubuh. Setiap gangguan intestinal seperti muntah/diare
akan mempengaruhi absorpsi obat.
2. Distribusi
Dengan
protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat didalam tubuh.
3. Metabolisme / biotransformasi
Semua bayi
khususnya neonates dan bayi dengan BBLR mempunyai fungsi hati dan ginjal yang
belum matang, demikian pula lansia juga kehilangan sebagian dari fungsi sel
ginjalnya. Hal ini akan berpengaruh pada metabolism obat.
4. Ekskresi
Rute utama
dari ekskresi obat adalah melalui ginjal, empedu, feses, paru-paru, saliva, dan
juga keringat.
5. Usia
Bayi dan lansia lebih sensitive
terhadap obat-obatan. Lansia hipersensitif terhadap barbiturate dan epnekan
SSP. Klien seperti ini mempunyai absorpsi yang buruk melalui saluran
gastrointestinal akibat berkurangnya sekresi lambung. Dosis bayi dihitung
berdasarkan berat badan dalam kilogram daripada berdasarkan usia biologis atau
gastrointestinalnya.
6. Berat badan
Dosis obat,
misalnya anti neoplastik dapat diberikan sesuai berat badan. Orang yang
obesitas mungkin perlu penambahan dosis atau sebaliknya.
7. Toksisitas
Istilah ini merujuk pada gejala
merugikan, yang bias terjadi pada dosis tertentu. Hal ini sering terjadi pada
orang-orang yang mempunyai gangguan hati dan ginjal.
8. Farmakokinetik
Istilah ini
merujuk pada faktor-faktor
genetic terhadap respon obat. Jika orang tua Anda memiliki respon yang
merugikan terhadap suatu obat, mungkin Anda juga bisa memiliki hal yang sama.
9. Rute pemberian
Obat-obat
yang diberikan intravena lebih cepat bekerja daripada yang diberikan peroral.
10. Saat pemberian
Ada atau
tidaknya makanan didalam lambung dapat mempengaruhi beberapa kerja obat
11. Faktor emosional
Komentar-komentar
yang sugestif mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat
12. Toleransi
Kemampuan
klien untuk merespon terhadap dosis tertentu dari suatu obat dapat hilang
setelah beberapa hari atau minggu setelah pemberian.
13. Efek penumpukan
Iini terjadi
jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat daripada kecepatan
pemberian obat
14. Interaksi Obat
Efek
kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lebih lemah dari efek obat tunggal.
D. Bentuk Dan Rute Pemberian Obat
Berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal, topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik, parentral, dan gatrosnomi.
Keterangan beberapa rute pemberian obat :
Berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal, topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik, parentral, dan gatrosnomi.
Keterangan beberapa rute pemberian obat :
1. Transdermal obat
tersimpan didalam patch yang ditempelkan pada kulit, diserap melalui kulit dan
mempunyai efek sistemik.
2. Topikal obat-obat yang diberikan melalui kulit dengan berbagai cara, seperti dengan
sarung tangan, spatel lidah, aplikator, dll
3. Instilasi obat
cair yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep
4. Suppositoria adalah
obat yang dimasukkan kedalam rectal atau vaginal.
2.2 Perhitungan Dosis Obat
Dosis Obat adalah sejumlah takaran obat yang diberikan
kepada manusia atau hewan yang dapat memberikan efek fisiologis.
A. Tujuan menghitung dosis
Setiap bahan kimia adalah racun, termasuk obat. Oleh karena itu dosis harus
dihitung untuk memastikan bahwa obat yang diberikan dapat memberikan efek
terapi yang diinginkan. Dosis obat yang harus diberikan kepada pasien untuk menghasilkan efek yang
diinginkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, luas
permukaan tubuh, kelamin, beratnya penyakit dan daya tangkis penderita. Untuk obat-obat yang membutuhkan
perhitungan dosis individual, mungkin diperlukan penghitungan berdasarkan berat
badan (BB) dan luas permukaan tubuh (LPT).
B.
Cara menghitung dosis
Rumus dasar yang
mudah diingat dan lebih sering digunakan dalam perhitungan dosis obat adalah :
D x V = A
H
D = Dosis diinginkan (dosis diperintahkan dokter)
H = dosis ditangan (dosis pada label
tempat obat)
V = bentuk obat yang tersedia (tablet,
kapsul, cair)
A = jumlah hasil
hitungan yang diberikan kepada pasien
1. Berdasarkan Usia
Rumus young semula
banyak digunakan untuk menghitung dosis anak dengan usia antara 1-12 tahun.
n X D
n + 12
Namun, kini rumus ini jarang digunakan lagi karena memberikan dosis yang
terlalu rendah bagi bayi dan anak di atas usia 12 tahun.
2. Berdasarkan Berat Badan
Metode
berat badan dalam penghitungan memberikan hasil yang individual dalam dosis
obat.
Rumus
: Dosis /hari = dosis obat x berat badan.
3. Berdasarkan Berat Badan
Perintah :
Sefaklor (Ceclor) 20
mg/kg/hari
dalam
dosis terbagi tiga. Berat anak 31 lb (pound).
Label obat : cefaklor 125 mg/5 mL
Maka :
Konversi pound
menjadi kilogram (31 : 2,2 = 14 kg)
Dosis = 20 mg x 14
kg = 280 mg/kg/hari
280 mg
: 3 dosis = 93 mg/dosis.
93 x 5 mL = 3,7 mL
125
Cara
perhitungan dosis anak
berdasarkan berat badan :
Cara Clark
: Dosis = Berat Badan (kg) x dewasa
70
4. Berdasarkan Luas Permukaan
Tubuh
Metode
Luas permukaan tubuh (LPT) dianggap sebagai yang paling tepat dalam menghitung
dosis obat untuk bayi, anak-anak, orang lanjut usia, dan mereka yang berat
badannya rendah. Untuk menghitung dosis obat dengan metode luas permukaan
tubuh, kalikan dosis obat yang diminta dengan angka meter persegi.
Contoh :
Perintah :
Siklofosfamid
(cytoxan) 100 mg/m2/hari, PO.
Tinggi klien 5 kaki
10 inci (70 inci) dan
beratnya 160 lb.
Maka :
70 inci dan 160 lb,
berpotongan pada skala nomogram pada 1,97 m2 (LPT)
Dosis = 100 mg x 1,97 m2
= 197 mg ~ 200 mg
1.
Dosis Maksimum ( Dosis
orang dewasa )
Dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa (20-60 tahun) untuk pemakaian
melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal.Untuk orang lanjut usia karena
keadaan fisik sudah mulai menurun. Pemberian dosis harus lebih kecil dari dosis
maksimum.
Ø Menurut buku Obat-Obat
penting .
·
Dari umur 65-
74 tahun, dosis biasa - 10%
·
Dari umur 75-84
tahun, dosis biasa - 20%
·
Diatas 85 tahun, dosis biasa – 30%
Ø Menurut buku ilmu resep
·
Dari umur 60
-70 tahun 4/5 dosis dewasa
·
Dari umur 70-
80 tahun 3/4 dosis dewasa
·
Dari umur 80-90
tahun 2/3 dosis dewasa
·
Dari umur 90
tahun ke atas ½ dosis dewasa.
2.
Dosis anak
berdasarkan usia
·
Rumus
Young: ×dosis dewasa
untuk anak usia di bawah 8 tahun
·
Rumus
Dilling:
anak di atas 8 tahun
·
Rumus Fried
dalam bulan
·
Rumus
Cowling
satuan tahun yang
digenapkan ke atas
·
Rumus
Bastedo
usia anak dalam
tahun
·
Rumus
Gaubius:
Berupa pecahan yang dikalikan dengan dosis dewasa
Umur 0-1
tahun =1/12x dosis dewasa
Umur 1-2
tahun = 1/8 x dosis dewasa
Umur 2-3
tahun = 1/6 x dosis dewasa
Umur 3-4
tahun = 1/4 x dosis dewasa
Umur 4-7
tahun = 1/3 x dosis dewasa
Umur 7-14
tahun = ½ x dosis dewasa
Umur 14-20
tahun = 2/3 x dosis dewasa
Umur 21-60
tahun = dosis dewasa
3.
Dosis
maksimum gabungan (DM sinergis)
Jika dalam
satu resep terdapat dua atau lebih zat aktif (bahan obat) yang kerjanya pada
reseptor atau tempat yang sama maka jumlah obat yang digunakan tidak boleh
melampaui jumlah dosis obat-obat yang berefek sama tersebut. Baik sekali pakai ataupun dosis sehari.
Contoh obat yang memiliki efek yang sama
·
Atropin
sulfat dengan ekstrak belladonae
·
Pulvis opii dengan
pulvis overi
·
Kofein dan
aminofilin
·
Arsen
trioxida dan Natrii arsenas
C.
Hubungan
dosis bayi-anak terhadap dosis dewasa:
Ø Bayiprematur :
1,13 kg : 2,5-5%
Ø Bayi
baru lahir : 3,18 kg : 12,5%
Ø 2
bulan : 4,54 kg : 15%
Ø 4
bulan : 6,35 kg : 19%
Ø 12
bulan : 9,98 kg : 25%
Ø 3
tahun :
14,97 kg : 33%
Ø 7
tahun : 22,68 kg : 50%
Ø 10
tahun : 29,94 kg :
60%
Ø 12
tahun : 35,52 kg :
75%
Ø 14
tahun : 45,36 kg :
80%
Ø 16
tahun : 54,43 kg :
90%
Menurut
FT 1995 Usia Berat badan (kg) % Dosis anak berdasarkan BSA terhadap dosis
dewasa
Ø Neonatus
3,4 Kecil dari 12,5%
Ø 1
bulan 4,2 Kecil dari 14,5%
Ø 3
bulan 5,6 18%
Ø 6
bulan 7,7 22%
Ø 1
tahun 10 25%
Ø 3
tahun 14 33%
Ø 5
tahun 18 40%
Ø 7
tahun 23 50%
Ø 12
tahun 37 75% Berdasarkan Jam
2.3 Manajemen Nyeri
Nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
1. Menurut InternationalAssociation
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik
yang muncul karenadidapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui
reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
A. Sifat-Sifat Nyeri
·
Nyeri
melelahkan dan membutuhkan banyak energi
·
Nyeri
bersifat subyektif dan individual
·
Nyeri tak
dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
·
Perawat
hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah
laku dan dari pernyataan klien
·
Hanya klien
yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
·
Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
·
Nyeri
merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
·
Nyeri mengawali ketidakmampuan
·
Persepsi
yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optima
B. Reflek Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada
satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau
diserap.
Ø Transduksi adalah proses dimana stimulus
noksius àaktivitas elektrik reseptor terkait.
Ø Transmisi, dalam proses ini terlibat
tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke
medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke
atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang
terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Ø Modulasi yaitu aktivitas saraf utk
mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem
saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla
spinalis.
Ø Persepsi, Proses
impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari
nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi
tersebut juga tidak jelas.
C. Faktor Yang
Mempengaruhi Nyeri
1.
Usia
Anak belum
bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada
anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan
mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak
berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor
budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri).
3.
Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya
mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4.
Makna nyeri
Berhubungan
dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana
mengatasinya.
5.
Perhatian
Tingkat
seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
6.
Ansietas
Cemas
meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
7.
Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8.
Pola koping
Pola koping
adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping
yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9.
Support
keluarga dan social
Individu
yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
D. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah
gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda.
Menurut smeltzer, S.C bare B.G
(2002) adalah sebagai berikut :
1.
Skala intensitas nyeri deskritif
2.
Skala identitas nyeri numeric
3.
Skala analog visual
4.
Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
pertama
:Tidak nyeri
·
mulai hari 1-3 Nyeri ringan secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
·
Hari ke 4-6
Nyeri sedang Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
·
Hari ke7-9 Nyeri
berat secara obyektif klien terkadang tidak dapatmengikuti
perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
·
Hari ke10 Nyeri
sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
E. Komponen-Komponen Nyeri
Untuk memudahkan memahami
fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut
ini:
1.
Resepsi : proses perjalanan nyeri
2.
Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3.
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah
mempersepsikan Nyeri
F. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)
Teori gate
control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat
diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf
pusat.Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Gate control
theory :
·
Menjelaskan
tentang transmisi nyeri
· Transmisi impuls nyeri dapat dikendalikan dengan pintu gerbang (gate
mekanism) dimana saat terbuka impuls dapat transmisi
· Tetapi bila sebagian / seluruhnya tertutup, transmisi dihambat sebagian /
seluruhnya
G. Nyeri Akut
dan Nyeri Kronik (Acute and Chronic Pain)
1.
Nyeri akut
Nyeri yang
terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki
awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi
nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit
yang akan datang.
2. Nyeri kronik
Adalah nyeri
konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu,
berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari
enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa
berlangsung terus sampai kematian.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik :
Nyeri Akut
:
|
Nyeri
Kronik :
|
•
Lamanya dalam hitungan menit
|
•
Lamanya sampai hitungan
bulan, > 6bln
|
•
Ditandai peningkatan BP,
nadi, dan respirasi
|
•
Fungsi fisiologi bersifat
normal
|
•
Respon pasien:Fokus pada
nyeri, menyetakan nyeri menangis dan mengerang
|
•
Tidak ada keluhan nyeri
|
•
Tingkah laku menggosok
bagian yang nyeri
|
•
Tidak ada aktifitas fisik
sebagai respon terhadap nyeri
|
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Kesimpulan
Dosis Obat adalah
sejumlah takaran obat yang diberikan kepada manusia atau hewan yang dapat
memberikan efek fisiologis. Nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
Menurut InternationalAssociation
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori
Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karenadidapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor
nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
Sifat-Sifat Nyeri
1. Nyeri
melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri
bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak
dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6. Nyeri
merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
3.2
Saran
Demikianlah makalah
ini kami buat sebaik–baiknya namun sebagai penulis selalu tidak lepas dari
kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis sangat
diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hutton,
Mariel. 2003. Paduan Perhitungan Obat. Jakarta : EGC
Johnson,
Ruth dan Wandy Taylor. 2005. Praktek Kebidanan. Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
Djoko,
Wijono. 2002. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Air langga university press
: Surabaya
Mayuni,
Anik. 2011. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Trans Info Media
: Jakarta
Markum.
A.H. dkk. 1991. Ilmu Kesehatan Anak.
FKUI: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar