Label

Kamis, 25 Desember 2014

PERSIAPAN PEMBERIAN OBAT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Peran bidan dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. bidan diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas bidan tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki bidan.
Bidan memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, bidan membantu klien untuk  membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mau mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan kepada tenaga kesehatan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien. Bidan bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Caranya bidan harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap/jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa itu persiapan pemberian obat ?
2.      Bagaimanakah cara mengatasi nyeri?
3.      Bagaimanakah tujuan pemberian obat?
4.      Apa manfaat pemberian obat?
5.      Apa fungsi persiapan pemberian obat?
6.      Bagaimana perhitungan dosis obat?
           

1.3     Tujuan
1.      Mendeskripsikan pengertian persiapan pemberian obat.
2.      Mendeskripsikan tujuan pemberian obat.
3.      Mendskripsikan manfaat persiapan pemberian obat.
4.      Mendeskripsikan fugsi persiapan pemberian obat
5.      Mendeskripsikan perhitungan dosis obat


1.4  Manfaat
Untuk mengetahui penjelasan mengenai persiapan pemberian obat sehingga pembaca sendiri bisa tahu dan pembaca dapat berbagi informasi baik kepada keluarganya maupun kepada orang lain. sehinngga semua orang dapat mengetahui bagaimana pelayanan kesehatan yang benar.
           




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Persiapan Pemberian Obat
Bidan bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Caranya bidan harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap/jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat dan bidan  bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Perawat dan bidan wajib membaca buku-buku refrensi obat untuk mendapatkan kejelasan mengenai efek terapiutik yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi atau reaksi yang merugikan dari pengobatan.
Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat dan bidan harus dapat melakukan 6 hal yang benar:
1.      klien yang benar
2.      obat yang benar
3.      dosis yang benar
4.      waktu yang benar
5.      rute yang benar
6.      dokumentasi yang benar.

A.    Hak Klien Yang Berhubungan Dengan Pemberian Obat.
1.      Hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat.
 Hak ini adalah prinsip dari pemberian persetujuan setelah mendapatkan informasi (informed consent) yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat keputusan.

2.      Hak klien untuk menolak pengobatan.
Klien dapat menolak untuk menerima suatu pengobatan. Tanggung jawab
bidan untuk menentukan, jika memungkinkan, alasan penolakan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan.  Jika tetap menolak, bidan wajib mendokumentasikan pada catatan perawatan dan melapor kepada dokter yang menginstruksikan.

B.     Memberikan Pedoman Keamanan Dalam Pemberian Obat
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian
obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah yaitu:  persiapan,  pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat.

1.      Persiapan
·      Cuci tangan sebelum menyiapkan obat
·      Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat
·      Periksa perintah pengobatan
·      Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali
·      Periksa tanggal kadaluarsa
·      Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain
·      Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan perawat lain atau ahli Farmasi
·      Tuang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit, buka obat disisi tempat tidur pasien setelah memastikan kebenaran identifikasi pasien.
·      Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung terendah dari cairan harus berada pada garis dosis yang diminta
·      Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung (kalium, aspirin) atau berikan bersama-sama dengan makanan.

2.      Pemberian
Periksa identitas pasien melalui gelang identifikasi:
·      Tawarkan es batu sewaktu memberikan obat yang rasanya tidak enak. Jika mungkin berikan obat yang rasanya tidak enak terlebih dahulu baru kemudian diikuti dengan obat dengan rasa yang menyenangkan
·      Berikan hanya obat yang disiapkan
·      Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung rute pemberian
·      Tetaplah bersama klien sampai obat diminum/dipakai
·      Jika memberikan obat pada sekelompok klien, berikan obat terakhir pada klien yang memerlukan bantuan ekstra.
·      Berikan tidak lebih dari 2,5 – 3 ml larutan intramuscular pada satu tempat. Bayi tidak boleh menerima lebih dari 1 ml larutan intramuskuler pada satu tempat. Tidak boleh memberikan lebih dari 1 ml jika melalui rute subkutan. Jangan menutup kembali jarum suntik.
·      Buang jarum dan tabung suntik pada tempat yang benar
·      Buang obat kedalam tempat khusus jangan kedalam tempat sampah
·      Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul. Simpan larutan stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat (bila perlu masukkan ke dalam lemari es). Tulis tanggal waktu dibuka serta inisial Anda pada label
·      Simpan narkotik kedalam laci atau lemari dengan kunci ganda
·      Kunci untuk lemari narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak boleh disimpan didalam laci atau lemari.

3.      Pencatatan
·       Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa
·       Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu rute, dan inisial Anda.
·       Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis stat
·       Lorkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.
·       Catat jumlah cairan yang diminum bersama obat pada kolom intake dan output. Sediakan cairan yang hanya diperbolehkan dalam diet.

4.      Yang tidak boleh dalam pemberian obat
·       Jangan sampai konsentrasi terpecah sewaktu menyiapkan obat.
·       Jangan memberikan obat yang dikeluarkan oleh orang lain.
·       Jangan mengeluarkan obat dari tempat obat dengan label yang sulit dibaca, atau yang labelnya sebagian terlepas atau hilang
·       Jangan memindahkan obat dari satu tempat ke tempat lain.
·       Jangan mengeluarkan obat ke tangan Anda
·       Jangan memberikan obat yang tanggalnya telah kadaluwarsa
·       Jangan menduga-duga mengenai obat dan dosis obat. Tanya jika ragu-ragu
·       Jangan memakaim obat yang telah mengendap, atau berubah warna, atau berawan.
·       Jangan tinggalkan obat-obat yang telah dipersiapkan
·       Jangan berikan suatu obat kepada klien jika ia memiliki alergi terhadap obat itu.
·       Jangan memanggil nama klien sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi
·       Jangan berikan jika klien mengatakan bahwa obat tersebut berlainan dengan apa yang telah ia terima sebelumnya. Periksa perintah pengobatan.
·       Jangan menutup kembali jarum suntik.

C.    Faktor Yang Mengubah Respon Terhadap Obat
Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu perawat
dan bidan harus tahu jumlah dan macam-macam faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap obat antara lain :
1.      Absorpsi
 Suatu variable yang utama dalam rute pemberian obat. Absorpsi oral terjadi pada saat partikel-partikel obat keluar dari saluran gastrointestinal (lambung dan usus halus) menuju cairan tubuh. Setiap gangguan intestinal seperti muntah/diare akan mempengaruhi absorpsi obat.
2.      Distribusi
Dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat didalam tubuh.
3.      Metabolisme / biotransformasi
Semua bayi khususnya neonates dan bayi dengan BBLR mempunyai fungsi hati dan ginjal yang belum matang, demikian pula lansia juga kehilangan sebagian dari fungsi sel ginjalnya. Hal ini akan berpengaruh pada metabolism obat.
4.      Ekskresi
Rute utama dari ekskresi obat adalah melalui ginjal, empedu, feses, paru-paru, saliva, dan juga keringat.
5.      Usia
Bayi dan lansia lebih sensitive terhadap obat-obatan. Lansia hipersensitif terhadap barbiturate dan epnekan SSP. Klien seperti ini mempunyai absorpsi yang buruk melalui saluran gastrointestinal akibat berkurangnya sekresi lambung. Dosis bayi dihitung berdasarkan berat badan dalam kilogram daripada berdasarkan usia biologis atau gastrointestinalnya.
6.      Berat badan
Dosis obat, misalnya anti neoplastik dapat diberikan sesuai berat badan. Orang yang obesitas mungkin perlu penambahan dosis atau sebaliknya.
7.      Toksisitas
Istilah ini merujuk pada gejala merugikan, yang bias terjadi pada dosis tertentu. Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang mempunyai gangguan hati dan ginjal.


8.      Farmakokinetik
Istilah ini merujuk pada faktor-faktor genetic terhadap respon obat. Jika orang tua Anda memiliki respon yang merugikan terhadap suatu obat, mungkin Anda juga bisa memiliki hal yang sama.
9.      Rute pemberian
Obat-obat yang diberikan intravena lebih cepat bekerja daripada yang diberikan peroral.
10.  Saat pemberian
Ada atau tidaknya makanan didalam lambung dapat mempengaruhi beberapa kerja obat
11.  Faktor emosional
Komentar-komentar yang sugestif mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat
12.  Toleransi
Kemampuan klien untuk merespon terhadap dosis tertentu dari suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemberian.
13.  Efek penumpukan
Iini terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat daripada kecepatan pemberian obat
14.  Interaksi Obat
Efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lebih lemah dari efek obat tunggal.

D.    Bentuk Dan Rute Pemberian Obat
Berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal, topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik, parentral, dan gatrosnomi.
Keterangan beberapa rute pemberian obat :
1.    Transdermal obat tersimpan didalam patch yang ditempelkan pada kulit, diserap melalui kulit dan mempunyai efek sistemik.
2.      Topikal obat-obat yang diberikan melalui kulit dengan berbagai cara, seperti dengan sarung tangan, spatel lidah, aplikator, dll
3.      Instilasi obat cair yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep
4.      Suppositoria adalah obat yang dimasukkan kedalam rectal atau vaginal.

2.2    Perhitungan Dosis Obat
Dosis Obat adalah sejumlah takaran obat yang diberikan kepada manusia atau hewan yang dapat memberikan efek fisiologis.

A.  Tujuan menghitung dosis
Setiap bahan kimia adalah racun, termasuk obat. Oleh karena itu dosis harus dihitung untuk memastikan bahwa obat yang diberikan dapat memberikan efek terapi yang diinginkan. Dosis obat yang harus diberikan kepada pasien untuk menghasilkan efek yang diinginkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, luas permukaan tubuh, kelamin, beratnya penyakit dan daya tangkis penderita. Untuk obat-obat yang membutuhkan perhitungan dosis individual, mungkin diperlukan penghitungan berdasarkan berat badan (BB) dan luas permukaan tubuh (LPT).

B.  Cara menghitung dosis
Rumus dasar  yang mudah diingat dan lebih sering digunakan dalam perhitungan dosis obat adalah :
                            D x   V   =  A
                              H
D  =  Dosis diinginkan (dosis diperintahkan dokter)
H  =  dosis ditangan (dosis pada label tempat obat)
V  =  bentuk obat yang tersedia (tablet, kapsul, cair)
A  =  jumlah hasil hitungan yang diberikan kepada pasien

1.    Berdasarkan Usia
Rumus young semula banyak digunakan untuk menghitung dosis anak dengan usia antara 1-12 tahun.
                       n    X D
                   n  +  12
Namun, kini rumus ini jarang digunakan lagi karena memberikan dosis yang terlalu rendah bagi bayi dan anak di atas usia 12 tahun.
2.    Berdasarkan Berat Badan
Metode berat badan dalam penghitungan memberikan hasil yang individual dalam dosis obat.
Rumus : Dosis /hari = dosis obat x berat badan.
3.    Berdasarkan Berat Badan
Perintah :
Sefaklor (Ceclor) 20 mg/kg/hari            dalam
dosis terbagi tiga. Berat anak 31 lb (pound).
Label obat : cefaklor 125 mg/5 mL
Maka :
          Konversi pound menjadi kilogram (31 : 2,2 = 14 kg)
          Dosis = 20 mg x 14 kg = 280 mg/kg/hari
                       280 mg : 3 dosis = 93 mg/dosis.
             
                    93 x   5 mL   =  3,7 mL
                   125
Cara perhitungan dosis anak
berdasarkan berat badan :
Cara Clark : Dosis = Berat Badan (kg)  x dewasa
                                                70



4.    Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh
Metode Luas permukaan tubuh (LPT) dianggap sebagai yang paling tepat dalam menghitung dosis obat untuk bayi, anak-anak, orang lanjut usia, dan mereka yang berat badannya rendah. Untuk menghitung dosis obat dengan metode luas permukaan tubuh, kalikan dosis obat yang diminta dengan angka meter persegi.
Contoh :
Perintah :
Siklofosfamid (cytoxan) 100 mg/m2/hari, PO.
Tinggi klien 5 kaki 10 inci (70 inci) dan
 beratnya 160 lb.
Maka :
70 inci dan 160 lb, berpotongan pada skala nomogram pada 1,97 m2 (LPT)
          Dosis = 100 mg x 1,97 m2
                  = 197 mg ~ 200 mg

1.      Dosis Maksimum ( Dosis orang dewasa )
Dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa (20-60 tahun) untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal.Untuk orang lanjut usia karena keadaan fisik sudah mulai menurun. Pemberian dosis harus lebih kecil dari dosis maksimum.
Ø  Menurut buku Obat-Obat penting .
·      Dari umur 65- 74 tahun, dosis biasa - 10%
·      Dari umur 75-84 tahun, dosis biasa - 20%
·       Diatas 85 tahun, dosis biasa – 30%
Ø  Menurut buku ilmu resep
·      Dari umur 60 -70 tahun    4/5 dosis dewasa
·      Dari umur 70- 80 tahun     3/4 dosis dewasa
·      Dari umur 80-90 tahun     2/3 dosis dewasa
·      Dari umur 90 tahun ke atas ½ dosis dewasa.

2.      Dosis anak berdasarkan usia
·      Rumus Young: ×dosis dewasa
 untuk anak usia di bawah 8 tahun
·      Rumus Dilling:  
 anak di atas 8 tahun
·      Rumus Fried
 dalam bulan
·      Rumus Cowling
 satuan tahun yang digenapkan ke atas
·      Rumus Bastedo  
usia anak dalam tahun
·      Rumus Gaubius:
Berupa pecahan yang dikalikan dengan dosis dewasa
Umur 0-1 tahun  =1/12x dosis dewasa
Umur 1-2 tahun  = 1/8 x dosis dewasa
Umur 2-3 tahun  = 1/6 x dosis dewasa
Umur 3-4 tahun  = 1/4 x dosis dewasa
Umur 4-7 tahun  = 1/3  x dosis dewasa
Umur 7-14 tahun = ½ x dosis dewasa
Umur 14-20 tahun = 2/3 x dosis dewasa
Umur 21-60 tahun = dosis dewasa

3.      Dosis maksimum gabungan (DM sinergis)
Jika dalam satu resep terdapat dua atau lebih zat aktif (bahan obat) yang kerjanya pada reseptor atau tempat yang sama maka jumlah obat yang digunakan tidak boleh melampaui jumlah dosis obat-obat yang berefek sama tersebut. Baik sekali pakai ataupun dosis sehari.


Contoh obat yang memiliki efek yang sama
·      Atropin sulfat dengan ekstrak belladonae
·      Pulvis opii dengan pulvis overi
·      Kofein dan aminofilin
·      Arsen trioxida dan Natrii arsenas

C.       Hubungan dosis bayi-anak terhadap dosis dewasa:
Ø Bayiprematur       : 1,13 kg : 2,5-5%
Ø Bayi baru lahir      : 3,18 kg : 12,5%
Ø 2 bulan                  : 4,54 kg : 15%
Ø 4 bulan                  : 6,35 kg : 19%
Ø 12 bulan               : 9,98 kg : 25%
Ø 3 tahun                 : 14,97 kg : 33%
Ø 7 tahun                 : 22,68 kg : 50%
Ø 10 tahun               : 29,94 kg : 60%
Ø 12 tahun               : 35,52 kg : 75%
Ø 14 tahun               : 45,36 kg : 80%
Ø 16 tahun               : 54,43 kg : 90%
Menurut FT 1995 Usia Berat badan (kg) % Dosis anak berdasarkan BSA terhadap dosis dewasa
Ø Neonatus 3,4 Kecil dari 12,5%
Ø 1 bulan 4,2 Kecil dari 14,5%
Ø 3 bulan 5,6 18%
Ø 6 bulan 7,7 22%
Ø 1 tahun 10 25%
Ø 3 tahun 14 33%
Ø 5 tahun 18 40%
Ø 7 tahun 23 50%
Ø 12 tahun 37 75% Berdasarkan Jam
2.3 Manajemen Nyeri
Top of Form
Nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
1.      Menurut InternationalAssociation for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2.      Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karenadidapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.

A. Sifat-Sifat Nyeri
·      Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
·      Nyeri bersifat subyektif dan individual
·      Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
·      Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
·      Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
·       Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
·      Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
·       Nyeri mengawali ketidakmampuan
·      Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optima

B. Reflek Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap.
Ø Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius àaktivitas elektrik reseptor terkait.
Ø Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Ø Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis.
Ø Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas.

C.  Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1.    Usia 
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.    Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3.    Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4.    Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5.    Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6.    Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7.    Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8.    Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9.    Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

D.  Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1.      Skala intensitas nyeri deskritif
2.      Skala identitas nyeri numeric
3.      Skala analog visual
4.      Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
pertama         :Tidak nyeri
·         mulai hari 1-3 Nyeri ringan secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
·         Hari ke 4-6 Nyeri sedang Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
·         Hari ke7-9 Nyeri berat secara obyektif klien terkadang tidak dapatmengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
 dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
·         Hari ke10 Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
E.   Komponen-Komponen Nyeri
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
1.      Resepsi        : proses perjalanan nyeri
2.      Persepsi       : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3.      Reaksi          : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan Nyeri
F.       Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Gate control theory :
·      Menjelaskan tentang transmisi nyeri
·      Transmisi impuls nyeri dapat dikendalikan dengan pintu gerbang (gate mekanism) dimana saat terbuka impuls dapat transmisi
·      Tetapi bila sebagian / seluruhnya tertutup, transmisi dihambat sebagian / seluruhnya

G.      Nyeri Akut dan Nyeri Kronik (Acute and Chronic Pain)
1.    Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang.

2.    Nyeri kronik
Adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik :
Nyeri Akut :
Nyeri Kronik :
•      Lamanya dalam hitungan menit
•      Lamanya sampai hitungan bulan, > 6bln
•      Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi
•      Fungsi fisiologi bersifat normal
•      Respon pasien:Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri menangis dan mengerang
•     Tidak ada keluhan nyeri
•      Tingkah laku menggosok bagian yang nyeri
•      Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri















BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Kesimpulan
Dosis Obat adalah sejumlah takaran obat yang diberikan kepada manusia atau hewan yang dapat memberikan efek fisiologis. Nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
Menurut InternationalAssociation for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karenadidapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
Sifat-Sifat Nyeri
1.     Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2.     Nyeri bersifat subyektif dan individual
3.     Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4.     Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
5.     Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6.     Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7.     Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan

3.2    Saran
Demikianlah makalah ini kami buat sebaik–baiknya namun sebagai penulis selalu tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Hutton, Mariel. 2003. Paduan Perhitungan Obat. Jakarta : EGC
Johnson, Ruth dan Wandy Taylor. 2005. Praktek Kebidanan. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Djoko, Wijono. 2002. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Air langga university press : Surabaya
Mayuni, Anik. 2011. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Trans Info Media : Jakarta
Markum. A.H. dkk. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI: Jakarta.

Tidak ada komentar: